makalah Ahlak terhadap diri sendiri


BAB II

PEMBAHASAN

       Secara etimologis (menurut asal-usul bahasa), “akhlaq”  berasal dari kata bahasa Arab akhlaq yang merupakan bentuk jamak atau plural dari kata khuluq yang berarti “budi pekerti”, “perangai”, “tingkah laku”, atau “tabiat”.[1]
       Yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa
اِنَّ الْمُؤْمِنَ اِذَااَذْنَبَ َّنْبًا كَانَ نُقْطَةً سَوْدَاءَ فِىْ قَلْبِهِ , فَاِنْ تَا بَ وَنَزَعَ وَاسْتَعْتَبَ صَقُلَ قَلْبُهُ, وَاِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تُغْلِقَ قَلْبَهُ.
“sesungguhnya orang-orang muksmin itu bila melakukan sesuatu dosa terjadilah bintik hitam didalam hatinya. Bila dia bertobat, menghentikan dosanya, dan mencela perbuatanya, hatinya akan bersinar kembali, dan apabila dosanya bertambah akan bertambah pula bintik hitam hingga hatinya akan tertutup”

2.2.1.      Memperbanyak Taubat
       Yang dimaksud dengan taubat adalah mensucikan diri dari berbagai dosa dan maksiat, menyesali segaa dosa yang telah dilakukanya dan bertekad tidak kembali ke dosa tersebut dimasa yang akan datang. [2]
Sesuai dengan sabda rasulullah SAW
يَا اَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْ اِلَى اللّهِ وَاسْتَغْفِرُوْه فَاِنَّىْ اَتُوْبُ فِيى الْيَوْمِ مِا ئَةَ مَرَّةٍ.
“wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah karena aku bertaubat setiaphari seratus kali”
2.2.2.      Muraqabah
       Muraqabah  yaitu  merasa senantiasa dalam pengawasan Allah. Maksudnya setiap gerak gerik dalam hidp kita selalu diawasi oleh Allah, sehingga kita yakin bahwa Alah selalu memperhatikan kita, mengetahui segala rahasia kita dan mengawasi setiap perbuatan kita.
2.2.3.      Musabah
       Musabah yaitu selalu menghitung kesalahan diri. Yaitu dengan senantiasa mengadakan perhitungan terhadap dirinya sendii atas apa yang telah dikerjakanya. Karena bagi seorang muslim alam dunia merupakan ajang untuk beramal, sehingga ia benar-benar menjadikan bekal  untuk  menghadapi hari akhir. [3]
2.2.4.      Mujahadah
Mujahadah yaitu melawan hawa nafsu. Setiap muslim tahu bahwa musuh yang paling besar adalah hawa nafsu yang ada pada diri kita. Ia bertabiat cenderung  kepada kejahatan menjhaui segala kebaikan dan menyuruh kepada hal-hal yang tidak baik. Maka setiap muslim akan berjuang melawan hawa nafsu di jalan Allah agar nafsu itu menjadi baik, bersih, suci dan tentram.
2.2.5.      Shidiq
       Kata Ash-Shiddiq jika diterjemahkan memiliki arti benar/kebenaran. Kesan pertama & paling banyak terlintas, maka Shidiq berkaitan erat dengan ucapan, ucapan yang sesuai kenyataan. Menurut ar-Raghib Al asfahany kebenaran dalam berucap sebagai pemberitaan yang sesuai dengan hati dan kenyataan. Kata benar jika dikaitkan dengan sikap, ia dapat sesuai dengan norma, dalam keputusan ia berarti adil, dalam kaitan kerja ia dapat berarti bersungguh-sungguh.[4]
Kebenaran yang dituntut adalah kebenaran dalam berucap dan bersikap terhadap Allah, terhadap makhluk lain dalam segala interaksi, bahkan khususnya terhadap diri sendiri. Karena itu, seorang muslim yang baik dan benar selalu mengucapkan yang benar, bahkan membenarkan dalam arti mengakui kesalahan dan kekurangan.
1.         Bentuk-bentuk kejujuran antara lain:
a.         Benar dalam perkataan (shidqul-hadits)[5]
ايات المنافق ثلاث: إذا حدث كذب, و إذا وعد أخلف, و إذا ائتمن خان (متفق عليه)
"Tanda-tanda orang munafiq ada tiga: jika berbicara, dusta; jika berjanji ingkar, dan jika diberi kepercayaan, berkhianat." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
b.        Benar dalam pergaulan (shidqu-l mu'amalah)
Kejujuran mendasari pergaulan hidup seorang mukmin. Dia menjauhi segala bentuk kepalsuan, penipuan, apalagi penghianatan.
c.         Benar dalam kemauan (shidqul-'azm)
Sebelum melakukan suatu tindakan, seorang mukmin mempertimbangkannya lebih dahulu, baik-buruknya, manfaat –madharatnya.  Apabila sudah yakin, dia akan melaksanakannya tanpa ragu-ragu.
d.        Benar dalam berjanji (shidqul-wa'd)
Menetapi janji merupakan salah satu indicator orang yang bertaqwa (al-muttaqun).
2.2.6.      Amanah
       Kata amanah berasal dari kata "Amina" yang berarti merasa aman.
Seperti yang kita ketahui bahwa amanah adalah satu kata yang mengandung makna luas. Amanah bukan hanya berkaitan dengan sesuatu yang bersifat material, ia juga mencakup segala sesuatu yang diserahkan kepada seseorang dimana ia menyatakan kesediaan menerimanya.[6]
Dalam konteks ini Nabi SAW bersabda :
لا ايمان لمن لا امانة له ولا دين لمن لا عهد له
رواه احمد
Artinya : tidak ada iman bagi yang tidak memelihara amanah, dan tidak ada agama yang memelihara janjinya.
1.         Bentuk-bentuk Amanah
a.       Memelihara Titipan
       Jika seorang muslim dititipi orang lain maka dia harus menjaga barang titipan tersebut dengan baik dan mengembalikan kepada yang punya dalam keadaan seperti sediakala.[7]
b.        Menjaga Rahasia
       Seorang muslim wajib menjaga rahasia, apakah rahasia pribadi, keluarga, perusahaan, organisasi, atau lebih-lebih rahasia negara. Dia memeliharanya agar tidak jatuh ke tangan orang yan tidak berhak mengetahhuinya.
c.       Menunaikan kewajiban dengan baik
       Semua amanah dan tugas dijalankan dengan sebai-baiknya karena dia harus mempertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Semuanya akan dihitung dan beri balasannya.
2.2.7.  Iffah
       Secara etimologis, iffah berasal dari bahasa Arab 'iffah yang berarti "kesucian tubuh.” Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkannya. Kehormatan timbul dari ketaatan kepada Allah, melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
1.        Bentuk-bentuk 'Iffah
a.         Menjaga kehormatan diri dalam hal seksual antara lain dengan menjaga penglihatan, pakaian, dan pergaulan; tidak mengunjungi tempat-tempat hiburan yang ada kemaksiatannya; tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menghantarkannya kepada perzinaan.
b.        Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta
c.         Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang lain.
2.2.8.  Zuhud
       Kata zuhud berasal dari bahasa Arab yang memiliki akar kata zahada - yazhadu - zuhdan yang artinya meninggalkan, tidak menyukai dan menjauhkan diri.[8] Menurut Lois ma’luf dalam totok Jumantoro (2005), kata zuhud berasal dari bahasa Arab yaitu kata zahada artinya ragaba ‘anhu wataraka (benci dan meninggalkan sesuatu), zahada fi ad-dunyā yang artinya mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang yang melakukan zuhud disebut zāhid, zuhhād, atau zāhidūn.[9]
1.        Keutamaan zuhud
Berbicara mengenai keutamaan zuhud, Allah menjelaskan keutamaan zuhud dalam beberapa ayat Al-Qur’an yaitu:
Pada surat al-Qashash ayat 79-80
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦ فِي زِينَتِهِۦۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا يَٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٖ ٧٩ وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ وَيۡلَكُمۡ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيۡرٞ لِّمَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗاۚ وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ ٨٠
”Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar"[10]
      Sifat zuhud dinisbatkan kepada para ulama dalam ayat tersebut dan orang mempunyai sifat zuhud diberikan sifat berilmu, itu adalah penghabisan pemujian.
2.         Tingkatan zuhud
       Zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama (terendah), menjauhkan dunia ini agar terhindar dari hukuman di akhirat. Kedua, menjauhi dunia dengan menimbang imbalan di akhirat. Ketiga (tertinggi), mengucilkan dunia bukan karena takut atau berharap, tetapi karena cinta kepada Allah.[11]
3.         Tanda-tanda zuhud
a.    Tanda yang pertama, seseorang tidak merasa gembira dengan wujudnya sesuatu dan tidak pula merasa sedih dengan tidak wujudnya sesuatu. 
b.    Tanda yang kedua, bilamana pada seseorang sama antara orang yang mencelanya dan orang yang memujinya. Yang pertama itu tanda zuhud pada harta. Dan yang kedua tanda zuhud pada kemegahan. 
c.    Tanda yang ketiga, bilamana kesayangan hatinya kepada Allah Ta’ala dan yang menguatkan pada hatinya adalah manisnya taat kepada Allah Ta’ala. Karena hati itu tidak sepi dari manisnya kecintaan. Adakalanya kecintaan pada dunia, adakalanya kecintaan pada Allah Ta’ala. Keduanya itu berada dalam hati seperti air dan udara dalam gelas. Bilamana air masuk maka udara keluar. Keduanya itu tidak akan berkumpul.[12]
2.2.9.      Tawadhu’
       Merendahkan diri (tawadlu) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Tawadlu juga bisa diartikan rendah hati atau tidak sombong. Orang yang tawadlu adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT.
      Tawadlu juga diartikan bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh perbuatan takabbur (sombong), ataupun sum’ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita. Tawadlu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia, jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadlu karena tawadlu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam. Tanda orang yang tawadlu adalah disaat seseorang semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadlu dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama.
       Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka. Hal ini dikarenakan orang yang tawadlu menyadari akan segala nikmat yang didapatnya adalah dari Allah SWT, untuk mengujinya apakah ia bersykur atau kufur. Jika anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya berarti anda belum tawadhu’ dan anda memiliki benih sifat sombong.[13]
1.      Macam tawadlu dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Tawadlu yang terpuji yaitu ke-tawadlu-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah.
b.      Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya.
2.2.10.   Sabar
       Kata sabar berasal dari bahasa Arab "shabr" yang artinya "menahan dan mengekang".
Menurut istlah, sabar berarti menehan diri dari segala sesuatau yang tidak disukai karena meng harap ridha Allah. Sabar tidak hanya terhadap hal-hal yang sering disebut musibah, seperti sakit, kematian, kemiskinan, dan sebagainya, tetapi juga terhadap hal-hal yang sering dipandang sebagai nikmat, seperti harta kekayaan, kedudukan dan sebagainya.[14]
           1.    Macam-macam sabar
      a.         Sabar meneriima cobaan hidup
  b.        Sabar menahan hawa nafsu
             c.         Sabar dalam mentaati Allah SWT
 d.        Sabar dalam berdakwah
2.    Keutamaan Sabar dalam Al-Qur'an
a.         Sabar mempunyai kedudukan yang istimewa. Hal tersebut antara lain dikaitkannya sifat sabar dengan keyakinan (As-Sajdah/32: 24), dengan syukur (Ibrahim/14: 5), dengan tawakkal (An-Nahl/:41-42), dan taqwa (Ali "imran/3: 15-17).
b.        Orang-orang yang sabar akan memperoleh tempat yang  tinggi di dalam sorga (Al-Furqan/25: 75).
c.         Cara untuk memperoleh pertolongan Allah (Al-Baqarah/2: 45 dan 153) dalam urusan dunia dan akherat.
             a.       Memperoleh banyak ilmu
             b.      Dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
             c.       Membantu orang lain
            d.      Mendapat pahala dari Allah SWT
            a.       Selalu dalam lindungan Allah SWT
            b.      Jauh dari perbuatan yang buruk
c.      Selalu ingat kepada Allah SWT

BAB III

PENUTUP


2.4.   Kesimpulan
       Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pibadinya. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan janngan pernah memaksakan diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa. Cara utuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri yaitu dengan  cara memperbanyak taubat, muraqabah, muhasabah, mujahadah sidiq, amanah, iffah, zuhud, tawadhu’ dan sabar.
  

Daftar Pustaka



Yunahar Liyas, Kuliah Akhlak (Yogjakarta : Pustaka Pelajar Offset : 2012)

Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. (Bandung: CV Penerbit Diponegoro).

M. Solihin, dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008)

Imam Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin  Jilid VIII, terj: Moh Zuhri, dkk

Quraisy Shihab, yang hilang dari kita : AKHLAK , cet. 2 ( Tangerang Selatan : lentera hati , 2017)
Abu ammar, abu fatiah al-adnani, Mizaul Muslim (Sukoharjo : Cordova Mediatama : 2010)

Ahmad Warson Munawir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), cet XXV, hal. 588




Komentar

Posting Komentar